
DevOps engineer adalah: Pengertian, Roadmap & Tantangannya!

Dunia teknologi informasi terus berevolusi dengan kecepatan yang mencengangkan. Di tengah pusaran perubahan ini, muncul sebuah peran yang menjadi pilar kesuksesan pengembangan perangkat lunak modern: DevOps engineer adalah. Jika kamu berkecimpung di dunia IT, pasti istilah ini sudah tidak asing lagi. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan DevOps engineer? Apa saja yang harus dipelajari? Dan yang paling penting, tantangan seperti apa yang menghadang di lapangan?
Artikel ini tidak hanya akan menjawab pertanyaan- apa itu DevOps engineer - secara mendalam, tetapi juga akan memandu kamu melalui peta perjalanan (roadmap) untuk menjadi seorang yang ahli, serta mengungkap berbagai tantangan kompleks yang akan kamu hadapi beserta strategi jitu untuk mengatasinya. Mari kita selami lebih dalam.
Apa Itu DevOps Engineer?

Sebelum kita membahas lebih jauh, mari kita tegakkan pemahaman dasar kita. Secara harfiah, DevOps engineer adalah gabungan dari dua kata, yaitu Development (Dev) dan Operations (Ops). Ini bukan sekadar gabungan kata, tetapi sebuah filosofi budaya yang bertujuan untuk menyatukan dan mengotomatisasi pekerjaan antara tim pengembang perangkat lunak (software development) dan tim operasi IT (IT operations).
Jadi, pengertian sederhananya, DevOps engineer adalah seorang profesional IT yang bertugas untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengelola rantai tooling serta proses otomatisasi yang menjembatani kesenjangan antara pengembangan dan operasi. Tujuannya tunggal: memungkinkan organisasi untuk mengirimkan aplikasi dan layanan dengan kecepatan yang lebih tinggi, meningkatkan frekuensi rilis, dan menghasilkan produk yang lebih stabil dan andal.
Bayangkan tim developer seperti para insinyur yang mendesain dan membangun mobil balap yang sempurna. Sementara tim operations adalah kru pit yang bertugas memastikan mobil tersebut bisa berlari dengan optimal di sirkuit. Seorang DevOps engineer adalah seperti manajer tim yang memastikan komunikasi antara insinyur dan kru pit berjalan mulus, melengkapi mereka dengan tools otomatis (seperti robot untuk mengganti ban), dan memastikan seluruh proses dari perancangan hingga balapan berjalan efisien dan cepat.
Roadmap Menjadi DevOps Engineer
Jalan menjadi DevOps engineer tidaklah linear. Dibutuhkan wawasan yang luas di berbagai domain. Berikut adalah roadmap yang dapat kamu ikuti untuk memetakan perjalanan belajar kamu.
1. Fondasi yang Kuat: Pemahaman Dasar
- Sistem Operasi: Kuasai Linux! Ini adalah tulang punggung sebagian besar server di dunia. Pahami administrasi sistem, shell scripting (Bash), manajemen proses, dan jaringan dasar.
- Jaringan Komputer (Networking): Memahami konsep TCP/IP, DNS, HTTP/HTTPS, firewall, load balancer, dan subnet adalah keharusan. Bagaimana mungkin kamu mengelola infrastruktur jika tidak memahami bagaimana komponen-komponen tersebut berkomunikasi?
- Kode dan Version Control: Meskipun bukan programmer murni, kamu harus nyaman membaca dan menulis kode. Python dan Go sangat populer di dunia DevOps untuk otomatisasi. Dan yang paling penting, kuasai Git (dengan GitHub, GitLab, atau Bitbucket) untuk mengelola kode dan konfigurasi.
2. Core DevOps Practices: Jantung dari Peran
- Continuous Integration & Continuous Delivery (CI/CD): Ini adalah inti dari DevOps. Kamu harus memahami filosofi di balik CI/CD dan menguasai tools untuk mengimplementasikannya seperti Jenkins, GitLab CI, GitHub Actions, atau CircleCI. Pipeline otomatis untuk build, test, dan deploy adalah tanggung jawabmu.
- Infrastructure as Code (IaC): Lupakan konfigurasi server manual! Era sekarang adalah mendefinisikan infrastruktur (server, jaringan, database) menggunakan kode. Tools seperti Terraform (untuk provisioning) dan Ansible, Chef, Puppet (untuk konfigurasi management) adalah senjatamu.
- Containerization: Docker adalah keterampilan wajib. Container memungkinkan kamu untuk mengemas aplikasi beserta semua dependensinya menjadi sebuah image yang dapat dijalankan secara konsisten di mana saja.
- Orchestration: Ketika aplikasi kamu terdiri dari puluhan atau ratusan container, kamu perlu tools untuk mengelolanya. Kubernetes adalah raja di domain ini. Memahami pod, service, deployment, dan ingress adalah kunci.
3. Cloud Computing: Langkah Menuju Skala Global
Hampir tidak mungkin menjadi DevOps engineer tanpa memahami cloud. Pilih satu platform cloud utama dan dalamilah:
- AWS (Amazon Web Services): Pasar terbesar dengan layanan terlengkap.
- Azure (Microsoft Azure): Sangat kuat di perusahaan yang sudah menggunakan stack Microsoft.
- GCP (Google Cloud Platform): Dipercaya untuk teknologi data dan machine learning. Kuasai layanan inti seperti kompute (EC2, VM Instances), storage (S3, Cloud Storage), jaringan (VPC), dan layanan managed (RDS, Kubernetes Engine).
4. Monitoring, Logging, and Observability
Merilis aplikasi dengan cepat tidak ada artinya jika kamu buta terhadap performanya di production. Kamu perlu tools untuk:
- Monitoring: Memantau kesehatan infrastruktur dan aplikasi (Prometheus, Grafana, Nagios).
- Logging: Mengumpulkan dan menganalisis log aplikasi (ELK Stack - Elasticsearch, Logstash, Kibana atau Loki).
- Tracing: Melacak request yang melewati berbagai layanan mikro (Jaeger, Zipkin).
Baca Juga: Proyeksi Gaji Software Engineer 2025: Masih Menjanjikan?
Tantangan yang Sering Dihadapi DevOps Engineer
Memahami bahwa DevOps engineer adalah peran yang kompleks, maka wajar jika tantangannya juga tidak main-main. Setelah membahas roadmap, kini saatnya kita mengupas tuntas tantangan yang akan kamu temui di medan perang.
1. Menentukan Metrik dan Tools yang Tepat
Tantangan ini sangat terasa, terutama di organisasi yang baru bertransisi ke budaya DevOps. Banyak hal yang harus dipastikan: seberapa sering deployment dilakukan? Berapa lama waktu yang dibutuhkan dari commit kode hingga rilis? Berapa tingkat kegagalan perubahan?
Banyaknya indikator ini menjadi tantangan tersendiri untuk menentukan arah pengembangan serta metrik pengukuran kesuksesan yang tepat. Belum lagi, banyaknya tools yang tersedia (dari yang open-source hingga berbayar) bisa membuat tim kebingungan memilih stack tooling yang sesuai dengan budget dan kebutuhan tanpa terjebak dalam "shiny object syndrome".
2. Pengelolaan Infrastruktur yang Besar dan Kompleks
Infrastruktur modern, terutama yang berbasis mikroservices dan Kubernetes, bisa menjadi sangat rumit. Ratusan container, puluhan service, konfigurasi jaringan yang pelik, dan kebijakan keamanan yang menumpuk menciptakan beban operasional yang besar.
DevOps engineer harus beradaptasi dan menemukan cara untuk mengelola kompleksitas ini tanpa menimbulkan kekacauan. Infrastruktur yang tidak dikelola dengan baik justru akan menjadi boomerang yang memperlambat tim, bukan mempercepat.
3. Mempertahankan Performa dan Stabilitas Sistem
Tujuan DevOps adalah kecepatan, tetapi bukan kecepatan yang mengorbankan stabilitas. Tantangan terbesarnya adalah memastikan bahwa peningkatan frekuensi rilis tidak membuat sistem menjadi tidak stabil dan lambat. Sistem harus tetap responsif di bawah tekanan beban kerja yang meningkat.
Downtime, bahkan yang hanya beberapa menit, dapat menyebabkan kerugian finansial dan kepercayaan pengguna yang besar. Menjaga keseimbangan antara inovasi yang cepat dan sistem yang stabil adalah seni yang harus dikuasai.
4. Menjaga Keamanan Sistem (Integrasi Security - DevSecOps)
Di banyak organisasi tradisional, keamanan seringkali menjadi pemikiran terakhir, ditambahkan di akhir siklus pengembangan. Pendekatan ini berisiko menghasilkan celah keamanan yang tertanam dalam dan sulit diperbaiki.
Integrasi keamanan ke dalam alur CI/CD secara otomatis (pendekatan DevSecOps) adalah tantangan besar. DevOps engineer harus memastikan scanning vulnerability, analisis kebijakan, dan pengecekan compliance berjalan otomatis tanpa menghambat kecepatan deployment.
5. Menyatukan Budaya dan Pandangan Antartim
Ini mungkin adalah tantangan tersulit yang bersifat non-teknis. DevOps engineer adalah agen perubahan yang harus meruntuhkan tembok pemisah (silo) antara tim development dan operations. Kedua tim ini memiliki KPI, motivasi, dan perspektif yang berbeda.
Developer didorong untuk berubah dan berinovasi dengan cepat, sementara operations didorong untuk menjaga agar sistem tetap stabil dan tidak berubah. Menyatukan kedua pandangan yang seemingly contradictory ini membutuhkan soft skill, diplomasi, dan kemampuan komunikasi yang luar biasa. Resistensi terhadap perubahan adalah hal yang wajar dan harus dihadapi dengan bijak.
Cara Mengatasi Tantangan DevOps Engineer
Setelah mengetahui tantangannya, sekarang kita bahas solusi dan strategi untuk mengatasinya.
1. Mulai dengan Perlahan dan Fokus pada Metrik yang Jelas
Jangan mencoba menerapkan semua tools dan proses sekaligus. Mulailah dengan satu pain point yang paling menghambat. Tentukan metrik yang ingin ditingkatkan terlebih dahulu (misalnya, waktu untuk recover dari kegagalan - Mean Time To Recovery/MTTR). Ukur metrik sebelum dan setelah implementasi untuk membuktikan nilai dari perubahan yang dilakukan. Pilih tools yang sederhana dan sesuai dengan masalah yang ingin dipecahkan, bukan karena tools itu sedang tren.
2. Implementasikan Infrastructure as Code (IaC) dan CI/CD Secara Konsisten
Ini adalah solusi utama untuk mengatasi kompleksitas infrastruktur. Dengan IaC, infrastruktur menjadi terdokumentasi dengan baik, dapat diulang (reproducible), dan dapat di-versioning. Hal ini memudahkan pengelolaan dan mengurangi kesalahan konfigurasi manual. Dengan CI/CD, setiap perubahan pada kode aplikasi maupun infrastruktur (kode IaC) akan melalui pipeline otomatis yang melakukan testing, building, dan deployment. Ini memastikan konsistensi dan keandalan.
3. Terapkan Monitoring Proaktif dan Observability
Jangan menunggu sampai pengguna yang melaporkan error. Bangun dashboard yang memantau kesehatan aplikasi dan infrastruktur secara real-time. Gunakan sistem alerting yang cerdas untuk memberi tahu kamu sebelum masalah kecil menjadi bencana besar. Pahami perbedaan antara monitoring (melihat metrik yang sudah diketahui) dan observability (mampu menanyakan hal-hal baru tentang sistem kamu dari data yang ada).
4. Integrasikan Keamanan Sejak Dini (Shift-Left Security)
Jadikan keamanan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pipeline CI/CD. Lakukan static application security testing (SAST) untuk memindai kode sumber, dynamic application security testing (DAST) untuk memindai aplikasi yang sedang berjalan, dan scanning vulnerability pada container image dan dependencies. Dengan "memindahkan" keamanan ke kiri (shift-left) dalam siklus pengembangan, masalah keamanan dapat ditemukan dan diperbaiki lebih awal, yang jauh lebih murah dan aman.
5. Bangun Budaya Kolaborasi dan Komunikasi Terbuka
Ini adalah fondasinya. Sebagai DevOps engineer, kamu harus menjadi katalisator yang mempertemukan tim.
- Promosikan Blameless Post-Mortems: Ketika terjadi insiden, fokuslah pada proses dan sistem yang gagal, bukan pada menyalahkan individu.
- Adakan Cross-Training: Dorong developer untuk memahami dasar-dasar operasi, dan sebaliknya, tim operations memahami tantangan pengembangan.
- Komunikasikan Manfaatnya: Jelaskan kepada semua pihak bagaimana perubahan ini akan membuat hidup mereka lebih mudah dan membantu mencapai tujuan bisnis bersama.
Baca Juga: Roadmap Software Engineer: Panduan Karier dari Junior hingga CTO
Kesimpulan
Menjadi DevOps engineer adalah perjalanan yang menantang namun sangat memuaskan. Peran ini membutuhkan kombinasi unik dari keterampilan teknis yang mendalam dan soft skill yang kuat. Intinya, DevOps engineer adalah peran strategis yang memastikan bahwa mesin inovasi perusahaan dapat berjalan dengan kecepatan tinggi, stabil, dan aman. Mereka adalah arsitek yang membangun jalur pipa untuk mengantarkan ide-ide brilian menjadi produk nyata yang dinikmati oleh pengguna.
Jika kamu tertarik untuk mendalami dunia pengembangan perangkat lunak modern dan memiliki pondasi yang kuat, mempelajari DevOps adalah langkah yang brilliant. Namun, ingatlah bahwa untuk benar-benar memahami alur kerja DevOps, pemahaman yang komprehensif tentang siklus pengembangan perangkat lunak secara end-to-end adalah sebuah keharusan.
Bagi kamu yang ingin membangun karir yang cemerlang di dunia tech dengan skill yang sangat dicari industri, memahami kedua sisi—baik development maupun operations—adalah kunci sukses. Codepolitan menawarkan KelasFullstack, sebuah kelas online komprehensif yang dirancang untuk membimbing kamu dari nol hingga mahir menjadi Fullstack Web Developer. Kelas ini tidak hanya mengajarkan kamu untuk membuat website dan aplikasi dari A sampai Z, tetapi juga membekali kamu dengan dasar-dasar pemikiran yang crucial untuk peran seperti DevOps di masa depan. Dengan skill fullstack, kamu akan lebih mudah memahami alur kerja CI/CD, Infrastructure as Code, dan otomatisasi karena kamu tahu persis apa yang dikembangkan dan bagaimana aplikasi itu dijalankan. Investasi waktu dan usahamu sekarang untuk belajar akan terbayar lunas dengan peluang karir yang luas, gaji yang kompetitif, dan kemampuan untuk bahkan membangun bisnis onlinemu sendiri. Yuk, wujudkan mimpimu menjadi tech expert bersama Codepolitan!
Referensi Bacaan:
What do you think?
Reactions





