Apa itu Feedback? Pengertian & Prinsip Dalam UX!

Profile
Prasatya

30 Juni 2025

Apa itu Feedback? Pengertian & Prinsip Dalam UX!

Apa itu Feedback? - Feedback dalam konteks pengalaman pengguna (UX) adalah respons yang diberikan sistem digital setelah pengguna melakukan suatu aksi. Dengan kata lain, ketika pengguna menekan tombol atau mengirimkan data, umpan balik memberi tahu mereka bahwa tindakan tersebut diterima dan bagaimana hasilnya. Misalnya, tombol yang berubah warna ketika diklik atau notifikasi yang muncul setelah menyimpan data adalah bentuk-bentuk umpan balik yang sederhana. Umpan balik sangat penting karena memberikan kejelasan: pengguna menyadari setiap langkahnya diakui, mencegah kebingungan. Prinsip desain UX menekankan bahwa antarmuka harus responsif dan komunikatif, dan di sinilah umpan balik memainkan peran kunci. Dalam proses desain tersebut, dekomposisi adalah metode memecah keseluruhan sistem menjadi bagian-bagian kecil. Dengan dekomposisi, kita dapat memahami setiap elemen antarmuka secara terpisah dan menerapkan umpan balik yang tepat untuk setiap komponen.

Mengapa Umpan Balik Penting dalam UX

Image

Umpan balik bukan sekadar “tambahan keren” di UI; ia memegang peran strategis untuk membangun pengalaman pengguna yang baik. Beberapa alasan mengapa umpan balik krusial dalam desain UX antara lain:

  • Meningkatkan Kejelasan: Umpan balik menghilangkan ambiguitas. Ketika pengguna melihat respons instan (seperti perubahan warna atau suara), mereka yakin bahwa sistem mengenali aksi mereka. Misalnya, setelah men-submit form, muncul pesan “Terima kasih!” memastikan pengguna tahu proses selesai. Ini meningkatkan rasa yakin dan meminimalkan ketidakpastian.
  • Membangun Kepercayaan: Komunikasi yang jelas lewat umpan balik membangun kepercayaan pengguna terhadap aplikasi. Bila sistem selalu memberikan respons konsisten, pengguna merasa lebih nyaman dan yakin bahwa data mereka diproses dengan benar. Sebaliknya, kurangnya umpan balik bisa membuat pengguna skeptis dan tidak yakin apakah tugasnya berhasil.
  • Meningkatkan Kegunaan: Umpan balik yang dirancang dengan baik memudahkan pengguna memperbaiki kesalahan sendiri. Misalnya, jika form pendaftaran menampilkan pesan kesalahan tepat di bawah kolom yang bermasalah, pengguna dapat cepat memperbaikinya tanpa frustrasi. Umpan balik yang tepat tempat dan waktu-nya mempercepat alur kerja dan mengurangi kesalahan.
  • Mendorong Keterlibatan: Umpan balik positif seperti animasi atau ikon centang dapat membuat pengguna merasa diapresiasi, sehingga mereka cenderung menggunakan aplikasi lebih lama dan lebih sering. Contohnya, suara “ding” saat meneruskan chat atau animasi confetti kecil setelah berhasil menyelesaikan tugas dapat memotivasi pengguna untuk terus berinteraksi.
  • Mengoptimalkan Pengembangan: Dengan menerapkan dekomposisi adalah memecah antarmuka menjadi bagian kecil, tim pengembang bisa fokus menyempurnakan tiap elemen umpan balik secara terpisah. Hal ini mempermudah pengujian dan perbaikan. Misalnya, setiap modul (seperti form login, checkout, atau pengunggahan file) diuji independen; sehingga bila ada masalah umpan balik di satu modul, cukup diperbaiki tanpa mempengaruhi modul lain.

Setiap poin di atas memperlihatkan betapa umpan balik adalah jembatan antara pengguna dan sistem. Tanpa umpan balik yang tepat, antarmuka menjadi membingungkan dan mengurangi pengalaman pengguna. Sebaliknya, umpan balik yang baik memperkuat interaksi serta produktivitas aplikasi.

Jenis Umpan Balik dalam Desain UX

Dalam praktik UX, umpan balik hadir dalam berbagai bentuk. Memahami jenis-jenisnya membantu desainer memilih mekanisme yang paling tepat untuk situasi tertentu:

  1. Umpan Balik Visual: Ini melibatkan perubahan tampilan seperti warna, ikon, atau animasi. Misalnya, tombol login yang berubah warna (dari abu-abu ke biru) saat diklik menunjukkan bahwa sistem memproses aksi tersebut. Atau progress bar yang melintas ketika mengunggah file memberi tahu persentase kemajuan. Umpan balik visual sangat intuitif dan langsung ditangkap mata pengguna. Dalam banyak kasus, dekomposisi adalah pendekatan yang membantu merinci setiap elemen visual. Dengan memecah UI menjadi komponen visual kecil (misalnya tombol, form, atau ikon), desainer dapat memberikan respons visual spesifik pada tiap bagian secara terpisah.
  2. Umpan Balik Auditori: Menggunakan suara atau bunyi untuk memberi tahu pengguna. Contohnya, bunyi “ding” setelah mengirim email, atau alarm yang berbunyi saat baterai hampir habis. Umpan balik auditori bermanfaat terutama bagi tugas yang sering tanpa melihat layar, atau untuk menarik perhatian pengguna ketika konteksnya mengharuskan (misalnya notifikasi masuk). Penggunaan suara sebaiknya tidak berlebihan agar tidak mengganggu, dan jika perlu, berikan opsi bagi pengguna untuk mematikannya.
  3. Umpan Balik Taktil (Haptik): Respons berbentuk getaran atau sentuhan, biasa digunakan di perangkat mobile atau wearable. Misalnya, getaran ringan saat mengetuk tombol atau menggunakan sensor sidik jari. Umpan balik haptik sangat membantu untuk memperkuat aksi terutama pada perangkat tanpa speaker. Misalnya, saat berhasil mengirim pesan di smartphone, perangkat bergetar pendek sebagai tanda bahwa pesan terkirim.
  4. Umpan Balik Tekstual: Berupa pesan teks yang menjelaskan hasil tindakan atau panduan pengguna. Contohnya “File berhasil diunggah!” atau “Password minimal 8 karakter” yang muncul setelah pengguna melakukan sesuatu. Umpan balik tekstual memberikan penjelasan eksplisit. Pastikan menggunakan bahasa yang jelas dan singkat, serta hindari jargon teknis agar mudah dipahami pengguna umum.
  5. Umpan Balik Kontekstual: Umpan balik yang muncul berdasarkan konteks atau lokasi tugas pengguna saat ini. Misalnya, ketika mengisi kotak pencarian, muncul daftar saran otomatis berdasarkan input terkini; atau membantu petunjuk (tooltip) yang muncul saat hover/tap untuk menjelaskan fungsi tombol. Umpan balik semacam ini bersifat proaktif dan relevan dengan kondisi saat itu.

Jenis-jenis di atas seringkali digabungkan. Misalnya, tombol kirim pesan di aplikasi chat bisa memberikan umpan balik visual (berubah warna menjadi hijau), auditori (bunyi klik), dan tekstual (pesan “Terkirim”) sekaligus. Secara keseluruhan, dekomposisi adalah prinsip yang berguna untuk memahami setiap jenis umpan balik. Dengan memecah sistem menjadi bagian-bagian (seperti kolom form, tombol, indikator loading), desainer dapat menentukan tipe umpan balik tepat untuk setiap bagian dan memastikan responsif di seluruh antarmuka.

Baca Juga: Mengenal UI/UX Adalah: Pentingnya Desain Digital Industri Modern

Praktik Terbaik untuk Mendesain Umpan Balik

Desain umpan balik yang efektif memerlukan perencanaan cermat. Berikut adalah beberapa pedoman praktik terbaik (best practices) yang perlu diikuti saat merancang umpan balik:

  • Segera (Immediate): Umpan balik harus muncul seketika setelah aksi pengguna. Respons yang terlalu lambat akan membuat pengguna ragu, bahkan membatalkan aksi karena tidak tahu apakah sistem merespons. Contoh: Saat pengguna mengklik tombol “Kirim”, tambahkan animasi loading singkat atau perubahan warna tombol dalam hitungan detik untuk menandakan proses dimulai.
  • Tetap Relevan: Setiap umpan balik harus terkait langsung dengan tindakan yang dilakukan. Jangan menampilkan pesan acak yang tidak membantu. Contoh: Jika pengguna salah memasukkan format tanggal, tampilkan pesan “Format tanggal tidak valid” tepat di bawah kolom tanggal, bukan sembarang peringatan umum. Umpan balik relevan membantu pengguna memahami apa yang terjadi dan langkah selanjutnya.
  • Penguatan Positif: Saat pengguna sukses menyelesaikan tugas, rayakan sedikit! Umpan balik positif seperti animasi centang hijau atau pesan “Berhasil!” memberi kesan pencapaian. Contoh: Setelah menambahkan item ke keranjang belanja, tampilkan animasi keranjang yang penuh atau toast message “Item ditambahkan”. Penguatan positif ini membuat pengalaman menyenangkan dan mengurangi stres pengguna.
  • Konsistensi (Uniform): Gunakan pola umpan balik yang konsisten di seluruh aplikasi. Misalnya, jika tombol berwarna hijau berarti “oke”, jangan tiba-tiba menggunakan warna hijau untuk peringatan di halaman lain. Konsistensi tata letak dan desain (seperti selalu menampilkan pesan kesalahan berwarna merah di bawah bidang input) menghindari kebingungan pengguna. Tanpa konsistensi, pengguna harus menebak-nebak makna setiap respons.
  • Jelas dan Informatif: Pastikan pesan umpan balik mudah dimengerti dan memberikan petunjuk tindakan selanjutnya. Hindari pesan generik seperti “Terjadi kesalahan.” Lebih baik tulis “Login gagal: kata sandi harus minimal 8 karakter.” Sertakan instruksi singkat jika perlu. Penjelasan yang jelas membantu pengguna memperbaiki masalah tanpa trial-error berkali-kali.
  • Seimbangkan Kehalusan dan Visibilitas: Umpan balik harus cukup terlihat tanpa mengganggu alur utama. Misalnya, untuk validasi form, gunakan teks merah kecil di bawah kolom (tidak perlu pop-up menghambat). Untuk notifikasi penting seperti konfirmasi pembayaran, gunakan modal atau banner mencolok dengan warna berbeda. Sesuaikan tingkat sorotan (subtle vs mencolok) berdasarkan urgensi pesan.
  • Pisahkan Komponen (Modularitas): Setiap elemen antarmuka harus memiliki mekanisme umpan balik sendiri. Dengan dekomposisi adalah memecah sistem menjadi modul-modul kecil, setiap tombol atau fitur dapat diuji dan ditingkatkan secara independen. Contoh: Jika satu halaman memiliki beberapa form, pastikan masing-masing memiliki umpan balik validasi dan kesuksesan tersendiri. Dengan cara ini, memperbaiki umpan balik di satu komponen tidak merusak komponen lainnya.

Dengan menerapkan praktik di atas secara konsisten, desain antarmuka akan lebih responsif, dapat diandalkan, dan memuaskan. Pengguna akan merasa “ditemani” oleh sistem melalui setiap langkah, tanpa kebingungan maupun kejutan yang tidak perlu.

Skenario Umpan Balik Umum

Berbagai situasi penggunaan aplikasi memerlukan jenis umpan balik khusus. Berikut beberapa skenario umum beserta cara umpan balik yang direkomendasikan:

  • Validasi Formulir: Saat mengisi formulir (misalnya pendaftaran, login, atau checkout), pengguna perlu tahu kesalahan pengisian secara langsung. Umpan balik yang baik: tunjukkan kesalahan di samping atau di bawah bidang yang bermasalah, dengan teks berwarna mencolok (misal merah) dan pesan yang informatif. Contoh: “Email tidak valid – masukkan format nama@domain.com.” Dengan dekomposisi adalah, kita memeriksa tiap field secara terpisah, sehingga setiap kolom formulir menyediakan umpan balik spesifik dan mandiri.
  • Status Loading (Memuat Data): Saat sistem memproses sesuatu (upload file, memuat halaman, memproses transaksi), tampilkan indikator progres. Umpan balik yang baik: gunakan progress bar, spinner, atau persentase, memberi tahu pengguna bahwa sistem sedang bekerja. Contoh: saat mengunggah video, tampilkan bar hijau yang berkembang. Ini mengelola ekspektasi pengguna agar bersabar.
  • Keadaan Sukses (Success State): Setelah tugas selesai dengan sukses, berikan umpan balik konfirmasi. Umpan balik yang baik: tampilkan pesan positif dan ikon yang sesuai. Contoh: setelah pengguna menyelesaikan checkout, muncul layar terima kasih atau toast message “Pembelian berhasil! Pesanan Anda akan diproses.” Gambar centang hijau atau animasi singkat dapat mempertegas kesuksesan.
  • Keadaan Kesalahan (Error State): Jika terjadi error (koneksi hilang, data gagal diproses), informasikan pengguna dengan jelas. Umpan balik yang baik: tampilkan pesan dengan penjelasan singkat dan saran solusi, bukan hanya “Error” saja. Contoh: “Gagal melakukan pembayaran. Mohon cek saldo atau coba metode pembayaran lain.” Jika mungkin, sertakan tombol atau link untuk retry atau meminta bantuan.
  • Interaksi Elemen (Tombol, Link, Kontrol): Setiap kali pengguna berinteraksi (hover, klik, geser), sertakan respons visual atau taktil. Umpan balik yang baik: tombol berubah bayangan saat di-hover, tombol memberi sedikit efek “menekan” saat diklik, toggle beralih dengan animasi geser. Contoh: tombol submit sedikit membesar saat ditekan untuk memberi kesan “saat ini diklik.” Hal ini membuat antaraksi terasa hidup dan responsif.

Dengan menangani setiap skenario secara spesifik, pengalaman pengguna menjadi mulus. Umpan balik yang tepat di waktu yang tepat menjaga alur pengguna tetap terkontrol dan bebas stres.

Gambar: Ilustrasi ikon bintang sebagai simbol umpan balik positif dalam aplikasi.

Contoh Umpan Balik Efektif di Dunia Nyata

  1. Google Forms: Google Forms memberikan umpan balik instan saat mengisi survei. Jika kita mengetik email yang salah format, area input secara otomatis di-highlight merah dengan pesan kesalahan. Validasi langsung ini mengurangi frustrasi karena kesalahan langsung terlihat. Pengguna juga mendapat konfirmasi visual (tanda centang hijau) saat berhasil melengkapi jawaban tertentu, menumbuhkan rasa pencapaian.
  2. Slack: Aplikasi perpesanan Slack menyediakan umpan balik halus untuk komunikasi real-time. Setiap pesan yang dikirim mendapat tanda centang ganda saat sudah diterima oleh server, dan berubah menjadi “Dilihat” ketika lawan bicara membaca. Saat seseorang sedang mengetik balasan, muncul indikator “typing…” yang memberi tahu kita bahwa obrolan sedang berlangsung. Umpan balik ini membuat pengguna paham status komunikasi secara real-time.
  3. Duolingo: Platform belajar bahasa Duolingo merayakan keberhasilan belajar dengan animasi lucu saat pengguna menyelesaikan level atau menjawab dengan benar. Sebaliknya, jika salah, Duolingo memberikan bimbingan tambahan atau penguatan (seperti “Try Again” dengan petunjuk). Kombinasi animasi, suara, dan pesan teks di Duolingo meningkatkan motivasi belajar. Pengguna merasakan kemajuan berkat umpan balik yang selalu menyertai setiap latihan.

Contoh-contoh di atas menunjukkan bagaimana desain umpan balik yang baik dapat membuat interaksi digital terasa alami. Setiap aplikasi tersebut memberikan respons yang jelas dan bermakna sesuai konteks, memperkuat pengalaman pengguna.

Baca Juga: Konsep Dasar Tampilan Responsif pada Website: UI/UX Wajib Baca!

Manfaat Umpan Balik yang Efektif

Umpan balik yang dirancang dengan baik mendatangkan banyak keuntungan:

  • Meningkatkan Retensi Pengguna: Antarmuka yang interaktif dan responsif membuat pengguna betah. Jika pengguna merasa didukung lewat sistem yang responsif, mereka akan kembali menggunakan aplikasi itu. Misalnya, aplikasi permainan yang memberi umpan balik progress atau reward akan membuat pemain terus kembali untuk menyelesaikan tugas berikutnya.
  • Mengurangi Kesalahan Pengguna: Dengan memberi informasi instan tentang kesalahan, pengguna bisa segera memperbaikinya sendiri. Hal ini mengurangi jumlah panggilan bantuan atau tiket support. Contohnya, formulir yang menandai kesalahan secara real-time membuat pengguna tidak perlu menyerahkan form, disuruh perbaiki, dan mengirim ulang—semua kesalahan bisa diatasi langsung.
  • Membangun Kepercayaan: Saat sistem transparan dalam merespons setiap tindakan (baik sukses maupun gagal), pengguna merasa aman. Mereka percaya bahwa “saya melihat apa yang terjadi.” Kepercayaan ini krusial, terutama pada aplikasi finansial atau kesehatan, di mana setiap langkah harus jelas.
  • Meningkatkan Aksesibilitas: Umpan balik tidak hanya visual, tapi juga bisa berbentuk suara atau getaran. Ini membantu pengguna dengan berbagai kebutuhan aksesibilitas. Misalnya, pengguna tunanetra mendapat suara atau getar saat tindakan berhasil, sementara pengguna tuli mendapat teks atau visual yang jelas. Desain umpan balik yang inklusif menjangkau lebih banyak pengguna.
  • Mendorong Eksplorasi dan Belajar: Jika pengguna tahu bahwa sistem akan memberikan respons positif maupun korektif, mereka lebih berani mencoba fitur baru. Contohnya, tombol “Coba Lagi” setelah gagal login memberi kesempatan user belajar dan memperbaiki kesalahan. Dengan umpan balik yang ramah, pengguna tidak takut eksplorasi.
  • Meningkatkan Efisiensi Tim Pengembang: Dengan umpan balik yang jelas, tim dapat dengan cepat mendeteksi bagian mana dari sistem yang bermasalah. Pesan kesalahan yang terstruktur membantu developer memahami apa yang terjadi di lapangan. Ketika dekomposisi adalah alat analisis digunakan, setiap komponen dipecah; maka tim dapat fokus meningkatkan umpan balik di masing-masing modul aplikasi.

Secara keseluruhan, umpan balik efektif mendukung tujuan bisnis: meningkatkan kepuasan pelanggan, menurunkan biaya dukungan, dan memperkuat branding aplikasi. Pengguna yang senang dengan pengalaman produk akan menjadi evangelist yang merekomendasikan aplikasi tersebut.

Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Desain Umpan Balik

Saat merancang umpan balik, perhatikan jebakan umum berikut:

  • Pesan Umpan Balik Tidak Jelas: Jangan hanya menampilkan pesan umum seperti “Terjadi kesalahan.” Tanpa detail, pengguna tidak tahu apa yang salah atau bagaimana memperbaikinya. Selalu sertakan informasi spesifik. Contoh buruk: hanya menampilkan “Gagal” di popup. Sebaliknya, lebih baik: “Gagal mengunggah file. Pastikan format file benar dan ukuran tidak lebih dari 2MB.”
  • Kelebihan Informasi: Terlalu banyak notifikasi pop-up atau animasi yang mencolok justru dapat mengganggu fokus pengguna. Jangan penuhi layar dengan pemberitahuan saat setiap hal kecil terjadi. Gunakan umpan balik yang ringkas dan relevan saja, sehingga pengguna tidak kewalahan.
  • Mengabaikan Aspek Aksesibilitas: Umpan balik visual saja tidak cukup. Pastikan juga ada alternatif suara atau teks untuk pengguna dengan kebutuhan khusus. Misalnya, teks error yang hanya dalam gambar (gambar teks) tidak dapat dibaca oleh screen reader. Buat umpan balik yang inklusif bagi semua pengguna.
  • Tidak Memberikan Umpan Balik Sama Sekali: Jika sistem tidak mengonfirmasi atau menginformasikan status apa pun, pengguna merasa seperti “dibiarkan menunggu.” Contoh paling jelas: pengguna klik tombol simpan tapi tidak ada perubahan warna atau pesan apa pun selama beberapa detik. Hindari kekosongan respons dengan setidaknya indikator loading atau pesan “sedang memproses.”
  • Umpan Balik Terlalu Lambat: Sistem yang lambat memberikan respons membuat pengguna frustrasi. Jika tidak ada respons dalam 1-2 detik, tampilkan indikator agar pengguna tahu bahwa sistem sedang menyiapkan hasil. Waktu adalah kunci: berikan umpan balik secepat mungkin.

Dengan menghindari kesalahan di atas, pengalaman pengguna akan lebih baik dan minim frustrasi. Sebaliknya, penerapan umpan balik yang bijak akan meminimalkan masalah tersebut.

Cara Menguji dan Meningkatkan Sistem Umpan Balik

Desain umpan balik yang efektif membutuhkan iterasi dan pengujian. Berikut beberapa metode penting:

  • Pengujian Kegunaan (Usability Testing): Ajak pengguna nyata untuk menguji aplikasi. Amati apakah umpan balik yang diberikan sudah cukup jelas dan membantu. Perhatikan di mana pengguna bingung atau menunggu terlalu lama. Umpan balik lapangan ini sangat berharga untuk perbaikan.
  • Pengujian A/B (A/B Testing): Bandingkan dua variasi desain umpan balik untuk melihat mana yang lebih efektif. Misalnya, coba satu desain form dengan pesan error warna merah, dan satu lagi dengan ikon tambahan. Lihat mana yang lebih cepat dipahami oleh pengguna. Pendekatan ini objektif dan berbasis data.
  • Survei Pengguna: Tanyakan langsung pengalaman mereka. Apakah mereka merasa umpan baliknya berguna? Survei dan kuis singkat setelah menggunakan aplikasi dapat memberikan insight tentang bagian mana yang perlu ditingkatkan. Feedback pengguna nyata adalah cermin terbaik desain Anda.
  • Pengumpulan Analisis (Analytics): Gunakan alat analitik untuk melihat di mana masalah terjadi. Misalnya, data menunjukkan banyak pengguna menutup aplikasi saat form checkout—mungkin umpan balik error tidak cukup informatif. Data ini membantu Anda fokus perbaikan pada titik kritis.
  • Iterasi Desain: Hasil pengujian harus langsung diterapkan dalam siklus desain berulang. Uji coba, perbaiki, uji lagi. Dengan dekomposisi adalah mendekati masalah, tim dapat membagi tugas: satu tim fokus menyempurnakan umpan balik formulir, tim lain di fitur login, dsb. Metode iteratif ini memastikan umpan balik terus lebih baik seiring waktu.
  • Modularisasi: Dekomposisi adalah kunci dalam pengujian. Pecahlah aplikasi menjadi modul-modul kecil saat diuji. Misalnya, uji elemen UI satu per satu: form validasi, tombol interaktif, notifikasi. Dengan begitu, tim pengembang bisa menyempurnakan setiap bagian tanpa mengganggu keseluruhan sistem.

Menguji dan menyempurnakan umpan balik adalah proses berkelanjutan. Tetap pantau metrik kepuasan pengguna dan segera tanggapi masalah baru. Desain UX yang baik selalu beradaptasi dengan umpan balik pengguna.

Kesimpulan

Feedback dalam desain UX adalah pondasi yang menghubungkan pengguna dengan sistem digital. Umpan balik yang jelas, tepat waktu, dan bermakna membuat antarmuka terasa hidup, responsif, dan bersahabat. Dengan menyampaikan informasi yang dibutuhkan pengguna (baik saat sukses maupun gagal), umpan balik membangun kepercayaan, mempermudah penggunaan, dan meningkatkan kepuasan.

Dalam merancang umpan balik, selalu terapkan dekomposisi untuk memecah setiap fitur menjadi elemen-elemen kecil. Dengan cara ini, tim bisa memperbaiki pengalaman pada setiap titik interaksi dengan lebih efektif. Ingat, “dekomposisi adalah” strategi memecah kompleksitas; dalam konteks feedback, ini berarti setiap elemen UI diuji dan dioptimalisasi sendirian sebelum digabungkan ke sistem besar.

Terakhir, selalu uji coba desain feedback Anda. Dapatkan pendapat pengguna, bandingkan alternatif, dan perbaiki secara iteratif. Dengan pengujian berkelanjutan, umpan balik yang dihasilkan bukan hanya fungsional, tetapi juga mengesankan pengguna. Prinsip desain UX menekankan siklus “uji-ulang-sempurnakan” – ini berarti umpan balik pun harus terus dikembangkan agar tetap memenuhi kebutuhan pengguna yang dinamis.

Image

Jika Anda tertarik mendalami pengembangan web secara menyeluruh, KelasFullstack oleh CodePolitan menyediakan kelas online belajar Fullstack Web Developer dari A sampai Z. Kelas ini sangat cocok bagi siapa saja yang ingin mengasah skill diperlukan industri, meraih karir gemilang, mendapatkan gaji tinggi, dan mampu membuat website/aplikasi untuk mengembangkan bisnis online. Cek detailnya di KelasFullstack.id untuk memulai karir coding Anda!

What do you think?

Reactions